KOTABUMI- Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas hak tanah oleh masyarakat Indonesia. Sebenanya adalah program unggulan yang sangat mulia dan membantu, akan tetapi implementasi dilapangan banyak sekali terjadi penyimpangan, berbanding terbalik dengan harapan Pemerintah pusat.
Dimana PTSL yang dibiayai oleh APBN ternyata masih tercoreng dengan adanya tindak pungutan liar (pungli) oleh oknum aparatur desa maupun kelurahan kepada masyarakat yang ini melegalkan tanah miliknya, hal ini tentu saja ini mencoreng niat tulus pemerintah untuk rakyatnya hak atas tanah.
Karena berdasarkan keputusan SK 3 Menteri untuk wilayah Lampung khususnya, hanya RP 250 ribu per sertifikat, bisa melakukan penambahan biaya, tapi harus melalui musyawarah warga, & penambahan tersebut tidak boleh lebih dari Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
” Jadi kalau masih diangka Rp.300.000,- masih dalam tahap wajar, tapi ini sudah melebihi angka tersebut, jari saya anggap tergolong pungli” kqta Krisna Mahawisnu (38) salah seorang warga Sribasuki, jum’at (29/11)
Dia mengatakan, kelebihan biaya tersebut untuk apa, karena dengan biaya 300 ribu itu sudah termasuk untuk biaya pembelian materai dan sebagainya.
” Apapun dalih yang diucapkan oleh oknum perangkat kelurahan itu sudah mencoreng program bapak Jokowi” tukasnya
Dia menjelaskan, pungli ini dialami oleh warga LK 5 Kelurahan setempat yang kebetulan bekerja sebagai asisten dirumahnya, dan warga tersebut mengeluhkan kepada dirinya.
” Ini sudah tidak benar, kasihan warga kecil yang penghasilannya pas-pasan masih ditarik pungli untuk PTSL oleh si oknum mencapai 600 ribuan lebih, dan hingga sekarang sertifikatnya belum keluar ” pungkas Krisna.
Jika hal ini terus dibiarkan akan metusak citra program pemerintah pusat, sudah spatutnya instansi terkait menindak tegas, permasalahan pungli tersebut. (KIS)