Tubaba, lensahukumnews.com — Ada yang janggal dalam pengerjaan proyek pembukaan badan jalan lingkungan di RT 13 RW 3, Tulang Bawang Barat. Proyek yang seharusnya transparan ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Tidak ada papan informasi, tidak ada sosialisasi, bahkan Ketua RT setempat mengaku sama sekali tidak tahu-menahu soal sumber dana maupun panjang jalan yang dikerjakan.
Maskuni, Ketua RT 13 RW 3, saat ditemui di lokasi proyek, tak kuasa menyembunyikan kebingungannya.
“Saya nggak tahu berapa anggarannya, panjang jalannya pun tidak tahu. Saya tidak dilibatkan, tidak ada papan plang pengerjaan. Yang saya tahu, alat berat seperti ekskavator dan grader dibawa oleh seorang calon anggota legislatif yang tidak jadi dari fraksi PDIP. Pengerjaannya diawasi oleh Kapri,” tegasnya.
Nama Kapri pun menyeruak. Tim media mendatangi rumah pria tersebut untuk mengkonfirmasi. Hasilnya? Sama saja — informasi yang diperoleh nyaris nihil.
“Dari awal tidak ada rundingan. Tiba-tiba alat berat masuk. Saya hanya mengawasi pekerjaan sesuai arahan pak kepalo yang bilang ‘dari sini ke sana’. Ukuran jalan, saya tidak tahu persis. Pagu anggaran pun tidak tahu. Pernah ada pihak dari kabupaten yang suruh pasang banner supaya warga tahu. Saya sudah minta banner, katanya sudah dibuat, tapi sampai sekarang belum dipasang,” ungkap Kapri.
Indikasi Pelanggaran Aturan, Ketiadaan papan informasi proyek bukan sekadar kelalaian teknis — ini pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Perpres 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Aturan itu dengan jelas mewajibkan setiap pekerjaan yang dibiayai APBN/APBD mencantumkan papan proyek berisi nama kegiatan, lokasi, sumber dana, besaran anggaran, dan waktu pelaksanaan.
Jika benar proyek ini dibiayai oleh dana pemerintah, maka minimnya transparansi bisa berujung pada indikasi pelanggaran prosedur, bahkan dugaan penyalahgunaan kewenangan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah tiyuh dan kabupaten belum dikonfirmasi. Tidak ada keterangan resmi yang menjawab pertanyaan publik. Sementara itu, proyek tetap berjalan, seolah tak terikat kewajiban untuk memberi tahu warga yang notabene adalah pihak terdampak.
Pertanyaannya kini: siapa dalang proyek ini? Dari mana uangnya? Dan mengapa pemerintah daerah membiarkan proyek berjalan tanpa dasar transparansi yang jelas?
Jawaban belum ada. Yang ada hanya jalan yang terus terbuka, dan rasa penasaran warga yang semakin menumpuk.
(Nurul)

