BANDARLAMPUNG, LENSAHUKUMNEWS – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD IKADIN) Provinsi Lampung, Penta Peturun soroti sistem baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempergunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang memiliki kelemahan.
Sebagai alat bantu penghitungan dan rekapitulasi pemungutan suara Pemilu 2024 menggantikan Situng pada Pemilu lalu. Situng, melakukan pendokumentasian hasil setiap TPS dengan cara scanning formulir C – Hasil. Di tingkat KPU kapubaten/kota, ke mesin scanner, lalu masuk ke server KPU RI. Dibuat oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS.
Sedangkan Sirekap melalui proses unggah data tidak dilakukan pada rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota, melainkan langsung di TPS oleh KPPS melalui aplikasi Sirekap mobile. Untuk itu masyarakat maupun peserta pemilu harus cermat dengan Sirekap karena berpotensi salah membaca dokumen hasil penghitungan suara di TPS. Selain itu, menurut Penta, data hasil foto scan form C1 Plano hasil sebagai dasar konversi ke sistem Sirekap tidak dapat diakses masyarakat juga menjadi permasalahan.
“Sirekap berpotensi salah membaca angka hasil konversi ketika discanning. Karena ada perbedaan antara form C1 Plano manual dengan data di Sirekap. Sedangkan, dasarnya keabsyahan suara secara hukum adalah form C1 Plano. Disatu sisi ketika discanningkan masyarakat tidak dapat mengakses data asli dari C1 Plano manual, ini pula jadi kelemahan sistem ini”,kata Penta Peturun, Selasa (13/02/2024).
Untuk mengantisipasi kelemahan sistem Sirekap, para saksi di tiap TPS mesti memfoto pula C1 Plano manual sebelum discanning ke dalam sistem Sirekap. Lanjutnya.
“Saksi mesti jeli serta memiliki data perbandingan untuk meilhat apakah ada perbedaan antara data manual C1 Plano dengan data yang ada di sistem Sirekap. Apabila ini tidak diawasi oleh para peserta pemilu dan masyarakat, berpotensi kisruh berkepanjangan. Karena ada perbedaan data lapangan dengan Sirekap”, terangnya.(**/SN)