TUBABA, lensahukumnews.com – Warga Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), geram atas ulah salah satu Pertashop di wilayah mereka. Pasalnya, Pertashop tersebut bukan hanya melayani kendaraan yang datang, tetapi juga diduga melayani pengecoran puluhan jeriken BBM untuk dimuat ke mobil pikap dan dibawa ke luar kabupaten. (9/8/2025)
Akibatnya, beberapa warga yang datang untuk membeli BBM harus pulang dengan tangan kosong. Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengaku menegur karyawan Pertashop yang sedang mengisi jeriken-jeriken tersebut.
Namun, teguran itu justru memicu insiden yang hampir berakhir tragis. Pemilik Pertashop berinisial N diduga mendatangi warga tersebut dengan nada tinggi, bahkan mencabut sebilah badik dari sarungnya. Senjata tajam itu disebut-sebut sudah siap ditujahkan kepada warga yang menegur. Seorang pelanggan lain yang mencoba menenangkan situasi malah hampir ikut ditebas.
Peristiwa ini sontak membuat warga sekitar marah. Mereka menilai tindakan Pertashop tersebut tidak hanya merugikan masyarakat lokal, tetapi juga melanggar aturan distribusi BBM yang berlaku.
Aturan Distribusi BBM
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 74 Tahun 2021 tentang Angkutan Barang Berbahaya, pengangkutan BBM cair dalam wadah portabel dibatasi maksimal 60 liter demi alasan keselamatan.
Meskipun BBM non-subsidi seperti Pertamax, Dexlite, atau Pertamax Turbo tidak diatur seketat BBM subsidi, jumlah besar yang diangkut keluar wilayah tetap dapat diawasi dan diproses jika dicurigai untuk diperjualbelikan kembali tanpa izin.
Selain itu, beberapa Pertashop memiliki aturan internal yang membatasi pembelian jeriken hanya 20–25 liter per orang per hari untuk mencegah penimbunan.
Pengangkutan BBM dalam jumlah besar untuk dijual kembali tanpa izin resmi dapat dijerat dengan Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengangkutan atau niaga BBM tanpa izin dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp60 miliar.
Warga berharap pemerintah daerah, melalui Dinas Perdagangan dan ESDM Provinsi, serta aparat penegak hukum, segera turun tangan. Mereka menuntut agar praktik pengecoran BBM dalam jumlah besar yang merugikan masyarakat setempat dihentikan, dan perilaku intimidatif terhadap warga tidak dibiarkan begitu saja.
“Kami ini beli untuk motor atau mobil saja susah, malah orang bawa jeriken puluhan liter keluar daerah. Belum lagi kami diancam pakai badik, ini keterlaluan!” ujar salah satu warga dengan nada kesal.
(Nurul)

