Sejak dirilisnya Dana Desa pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan anggaran mencapai 20,76 triliuan rupiah, meningkat menjadi 70 triliun rupiah pada 2019, anggaran tersebut menggunakan dana APBN yang dikucurkan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Anggaran sebesar ini dikucurkan sebagai upaya pemerataan pembangunan diseluruh wilayah Indonesia.
Empat tahun sudah program mulia ini berjalan, namun sudah efektifkah tanpa celah dosa dari penguasa desa maupun daerah, ataupun para pendamping desa.
Sejatinya dana desa sudah semestinya diperuntukan meningkatkan sumberdaya yang ada di desa tidak melulu untuk pembangunan infrastruktur yang riskan dengan tindak penyelewengan biaya dengan cara markup ataupun pengurangan volume pekerjaan, siapakah yang salah dalam hal ini, sehingga dana desa dijadikan bancaan para oknum. Tentu pengawasan dan edukasi pengelolaan dana desa perlu dilakukan secara persuasif dilapangan, karena tidak sedikit pula yang berhasil Mengangkat desanya dari desa tertinggal menjadi desa yang mandiri berkat dana desa tersebut.
Dari hasil survey Lensa Hukum News, anggaran desa yang paling rawan dikorupsi mencakup tiga sub sektor, yakni Anggaran Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), dan Pendapatan Asli Desa (PAdes). Selain itu, sektor sosial kemasyarakatan, seperti dana bencana alam, juga rentan disalahgunakan. Modusnyapun bermacam-macam, bergantung kepada titik rawannya. Ada empat titik yang rawan penyelewengan, yakni perencanaan anggaran, evaluasi penyaluran anggaran, implementasi anggaran, dan PAdes.
Berdasarkan data Indonesia Coruption Watch (ICW) pada tahun 2018 aktor pelaku korupsi, kepala desa mencapai 102 oraang selanjutnya, kepala daerah sebanyak 37 orang, dan aparat desa sejumlah 22 orang. Kepala daerah mencakup gubernur 2 orang, wali kota dan wakilnya 7 orang, serta bupati 28 orang.
Sudah benarkah peruntukan dana desa di Lampung Utara, sudah bersihkah dalam penyaluran dana tersebut.? Ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh element masyarakat dan lembaga yang berkompeten untuk memantau niat mulia dana desa tersebut, jangan sampai terlena dan menjerumuskan kelubang nista korupsi. (KIS)