Tubaba, lensahukumnews.com — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulangbawang Barat akhirnya buka suara terkait tiga persoalan serius yang tengah menjadi sorotan publik: dugaan pencemaran sumur warga akibat limbah MBG Panaragan Jaya, bau menyengat dari limbah cair Rumah Sakit Asyifa, serta limbah kandang babi milik Kamto yang mencemari aliran sungai.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Dwi Supriyanto, didampingi Sekretaris DLH, Sahlan, saat dikonfirmasi media pada Senin (10/11/2025).
1. Limbah Cair MBG Diduga Cemari Sumur Warga, DLH Belum Turun?
Kasus dugaan pencemaran sumur warga oleh limbah cair MBG Panaragan Jaya hingga kini belum juga menemukan titik terang.
Padahal, menurut Ali Kusna, salah satu warga pelapor, dirinya sudah mendatangi DLH dan diarahkan untuk meminta rekomendasi dari pihak kelurahan. Namun setelah melalui mekanisme tersebut, laporan warga diklaim belum mendapat tindak lanjut nyata dari dinas terkait.
Menanggapi hal ini, Dwi Supriyanto mengaku belum pernah menerima laporan langsung. “Kalau ke saya pribadi selaku Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, belum. Yang menganjurkan mekanisme lewat lurah, saya tidak tahu siapa. Tapi kita akan cari solusi yang baik, karena ini juga program pemerintah. Kita akan lakukan pembinaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, media memiliki peran penting dalam mengawasi persoalan lingkungan. “Kalau tidak diberitakan, kita tidak tahu. Kadang mereka menganggap limbah itu seperti rumah tangga biasa, padahal kalau debitnya besar — seperti di MBG — bisa mencapai lima sampai enam ton air per hari,” jelasnya.
2. Limbah Rumah Sakit Asyifa Berbau Menyengat, DLH Janji Tegur
Kasus serupa juga mencuat dari Rumah Sakit Asyifa yang dikeluhkan warga karena bau menyengat dari limbah cair serta saluran pipa paralon yang melintas di drainase warga.
Terkait hal ini, Dwi menegaskan bahwa pihak rumah sakit memiliki kewajiban melaporkan hasil uji limbah cairnya secara rutin. “Kalau hasil uji limbahnya tidak melampaui baku mutu, berarti pengolahannya berjalan. Namun, pipa di drainase itu seharusnya tidak boleh. SOP-nya, pipa harus ditanam di luar drainase atau di bahu jalan,” tegasnya.
DLH juga mengaku sudah turun ke lapangan. “Kemarin tim yang dipimpin Pak Himawan sudah melihat kondisi di sana. Di belakang rumah sakit juga ditemukan tumpukan sampah warga, bisa jadi bau itu juga berasal dari situ. Kami akan cek sistem pengolahan air limbahnya, terutama di outlet terakhir, apakah sudah sesuai baku mutu atau belum,” katanya.
3. Kandang Babi Kamto Tak Berizin, Kolam Penampungan Diduga Bocor ke Sungai
Sementara itu, kandang ternak babi milik Kamto kembali menuai kecaman. Pasalnya, kandang tersebut disebut-sebut tidak memiliki izin lingkungan maupun izin usaha, dan diduga menjadi sumber pencemaran air sungai di wilayah sekitar.
DLH Tubaba melalui Dwi Supriyanto membenarkan temuan di lapangan bahwa kandang tersebut belum memenuhi standar pengelolaan limbah. “Saluran pembuangan limbahnya tidak kedap air. Memang ada kolam penampungan, tapi kalau hujan deras, kolam bisa meluap dan airnya mengalir ke sungai,” ungkapnya.
Menurut Dwi, pemilik kandang sempat beralasan bahwa usaha tersebut dulu tidak aktif, namun kini kembali beroperasi dengan kapasitas hampir seratus ekor. “Kami sudah sampaikan, kalau belum memperbaiki sistem pengolahan limbah, tidak boleh mengalirkan limbah ke badan air umum. Kadis juga akan membuat surat teguran,” tambahnya.
Terkait perizinan Dwi menegaskan, “Izin IPAL dan NIB tidak ada. Itu semua masuk dalam surat teguran kami. Kalau sudah sampai ranah pencemaran, kami bisa lakukan pembinaan dan teguran keras. Soal penutupan, nanti kami kaji berdasarkan PP dan Perda yang berlaku,” pungkasnya.
Warga Menunggu Ketegasan DLH
Tiga persoalan lingkungan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di tingkat daerah.
Warga berharap DLH Tubaba tidak hanya berbicara soal pembinaan, tapi juga berani menindak tegas pelaku usaha yang terbukti mencemari lingkungan.
“Kalau limbah terus dibiarkan, air sumur kami bisa tercemar, udara berbau busuk, sungai jadi mati,” keluh salah satu warga yang tidak ingin disebutkan.
Masyarakat kini menunggu aksi nyata, bukan sekadar janji pembinaan.
(Nurul)
