Tubaba, lensahukumnews.com —Proyek pembangunan drainase/siring di RK 2 Tiyuh Panaragan Jaya Utama (PJU), Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), menuai sorotan tajam. Pasalnya, pekerjaan yang tengah berlangsung tersebut tidak memiliki papan informasi proyek seperti yang diwajibkan dalam setiap kegiatan pembangunan yang bersumber dari anggaran negara.
Lebih mengejutkan lagi, proyek itu disebut-sebut milik oknum anggota Polda, sebagaimana diungkapkan langsung oleh Supriyanto, Kepalo Tiyuh Panaragan Jaya Utama. “Itu punya provinsi, enggak ngerti punya siapa, demi Allah enggak tahu saya. Coba tanya sama yang kerja itu punya siapa. Orang yang kerja cuma izin aja ke rumah saya, katanya mau kerja, ya sudah saya bilang gitu aja. Kayaknya itu punya orang Polda, ngobrol aja sama dia,” ungkap Supriyanto saat ditemui di balai tiyuh, Kamis (6/11/2025).
Pekerja: “Kami Cuma Disuruh Kerja, Soal Plang Enggak Tahu”
Saat awak media mendatangi lokasi, seorang pekerja bernama Japrak mengaku dirinya hanya tenaga harian yang disuruh bekerja tanpa mengetahui detail proyek. “Enggak tahu, Mas. Kami cuma disuruh kerja, kalau soal plang tanya aja sama bosnya Bu Meri Astuti. Kami orang kampung tua, kerja harian, dibayar Rp120 ribu per hari. Soal anggaran dan papan informasi, enggak tahu sama sekali,” ujar Japrak.
Kontraktor Ngaku Istri Polisi, Proyek Pakai Namanya
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Meri Astuti, yang disebut sebagai kontraktor proyek, memberikan jawaban yang mengejutkan. Ia menyebut bahwa papan informasi tidak wajib ada, tergantung isi kontrak. “Soal plang itu ada yang pakai, ada yang enggak. Sesuai kontrak aja. Kalau di kontrak enggak ada biaya pembuatan papan nama, ya enggak perlu ada. Saya kurang tahu juga karena ini urusan suami saya. Dia polisi, jadi pakai nama saya aja,” ujar Meri.
Meri juga menyebut bahwa suaminya adalah Kapolsek Purbolinggo, yang sebelumnya menjabat Kapolsek Gunung Agung.“Dulu suami saya Kapolsek Gunung Agung, sekarang Kapolsek Purbolinggo. Dapat proyek ini disuruh pakai nama saya aja,” tambahnya.
Nada Tinggi Saat Dikonfirmasi, Bawa Nama Media Besar
Saat wartawan menyampaikan bahwa dirinya dari media untuk meminta konfirmasi resmi, Meri justru bereaksi keras dengan kalimat bernada ancaman. “Media kalau menaikkan berita enggak benar bisa jadi pencemaran nama baik. Karena kami juga orang media, saya orang Menggala. Radar aja punya abang saya,” ujarnya dengan nada tinggi.
Sikap tersebut menimbulkan kesan arogan dan tidak kooperatif terhadap fungsi kontrol media yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Warga: “Enggak Tahu Mas, Katanya Cuma Talut”
Sementara itu, salah satu warga sekitar yang enggan disebutkan namanya mengaku tidak tahu menahu soal anggaran maupun pelaksana proyek.
“Owalah, Mas… mana tahu anggarannya berapa. Kemarin saya lihat ada yang kerja, tanya sama pak RT, katanya talut,” ujar warga singkat.
Diduga Langgar Aturan Transparansi Publik
Proyek tanpa plang seperti ini jelas menyalahi aturan, sebab setiap pekerjaan fisik pemerintah wajib mencantumkan papan informasi proyek yang berisi nama kegiatan, sumber dana, nilai kontrak, volume, waktu pelaksanaan, dan pihak pelaksana.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemerintah Provinsi Lampung maupun dinas terkait mengenai asal-usul proyek drainase tersebut.
Namun satu hal pasti — proyek yang disebut-sebut milik oknum aparat dan berjalan tanpa keterbukaan publik telah menodai semangat transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
(Nurul)
