Ditulis oleh Kisworo Yudi
Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 ini, pertarungan saling serang antar pendukung kontestan politik mulai terjadi diranah media sosial (Medsos), bukan dilapangan, ataupun diarena kampanye nyata. Kampanye hitam dan saling hujat bahkan ujaran kebencian yang terjadi di media sosial ini, sudah menjadi fenomena yang sangat sulit diganggu gugat.
Penggalangan opini yang dilakukan ini, sekarang sangat minim akan edukasi yang seharusnya berfungsi memasarkan ‘Produk’ agar menarik minat calon pemilih, terutama Gen Z yang notabene banyak melakukan aktifitasnya dimedia sosial untuk melek dengan informasi sehingga memberikan pilihannya. Bukan malah dicekoki dengan ujaran kebencian tak berarah.
Siapakah pelakunya.? Tidak lain adalah Buzzer. Sebenarnya buzzer adalah aktor paling penting dalam penggalangan opini, ada dua strategi pemasaran yang diterapkan yaitu melalui broadcast negatif dan positif. Hanya saja, pemakaian istilah buzzer di medsos cenderung diidentikkan dengan penggunaan strategi kampanye negatif sehingga membuat istilah tersebut terkesan negatif.
Padahal medsos adalah media yang paling efektif dan krusial untuk digunakan oleh buzzer politik, karena selain murah bahkan gratis, informasi personal branding pasangan calon yang ditawarkan dapat langsung tersampaikan kepada calon pemilih.
Namun saat ini yang berkembang adalah fenomena hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan kampanye negatif yang semakin tumbuh subur akibat penyebaran pesan-pesan yang dilakukan para buzzer.
Kondisi ini semakin diperparah karena belum adanya aturan yang khusus mengatur tentang cara kerja buzzer politik jika melanggar aturan karena kegiatan kampanye negatifnya. Ditambah para buzzer ini sebagian besar memiliki akun anonim yang merahasiakan identitasnya. Sehingga sulit juga aparat penegak hukum untuk melacak keberadaan mereka.
Saat ini harus diakui kemeriahan suasana kampanye tidak terasa, kemeriahan kampanye lebih terasa di medsos, karena mobilisasi calon pemilih, yang didahului oleh orkestrasi buzzer yang bisa langsung berinteraksi melalui komentar atau hanya sekedar memberi ‘Like’.
Maka hendaknya kedepankanlah politik santun, tanpa mempertontonkan hate speech (ujaran kebencian) untuk merangkai kepingan puzle mata pilih dengan menawarkan keunggulan calon yang didukungnya tanpa mengungkit kesalahan atau menjelekan calon lain.
Lakukanlah serbuan informasi positif tentang kepemiluan kepada segenap elemen masyarakat, agar partisipasi pemilih tinggi sehingga pemerintahan yang terpilih memiliki legitimasi yang tinggi.