Tubaba, lensahukumnews.com — Dugaan pencemaran limbah dari salah satu Manajemen Berbasis Gizi (MBG) di Kelurahan Panaragan Jaya kembali mencuat. Setelah air sumur warga berubah menjadi bau comberan dan berminyak, kini muncul fakta baru: mobil tangki Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Tulang Bawang Barat ternyata turun langsung menyedot air limbah dari lokasi MBG tersebut.
Kabar itu pertama kali terungkap lewat unggahan foto warga di media sosial, yang memperlihatkan mobil damkar berwarna merah khas pemerintah sedang beroperasi di sekitar area MBG. Postingan itu sontak menuai sorotan dan tanda tanya besar dari masyarakat: mengapa mobil damkar menyedot air limbah, bukan air kebakaran?
Saat dikonfirmasi di kantornya, Sekretaris Dinas Damkar Tubaba, dr. Hery, membenarkan bahwa mobil tersebut adalah kendaraan resmi milik dinas.
“Benar, itu mobil tangki kami. Kami dari dinas damkar memang dituntut untuk melayani masyarakat sesuai tugas dan tupoksi, yakni pemadaman dan penyelamatan. Jadi kalau kendaraan kami digunakan di wilayah Tubaba, bahkan di luar Tubaba, selama sesuai tupoksi, itu sah-sah saja,” ujarnya.
Namun, pengakuan dr. Hery justru memunculkan pertanyaan baru: apakah penyedotan air limbah termasuk dalam tupoksi “penyelamatan”?
Ia menambahkan, kendaraan dan petugas yang turun tidak memungut biaya apa pun, sebab bahan bakar dan operasional sudah ditanggung dinas. “Jika kendaraan kami bekerja, kami tidak meminta imbalan. Bahan bakar sudah disiapkan, anggota kami siap 24 jam dan digaji oleh negara.”
Terkait siapa pihak yang meminta bantuan penyedotan air limbah, dr. Hery mengaku tidak mengetahui secara pasti.
“Betul, ada permintaan warga. Tapi atas nama siapa, saya lupa. Nanti saya tanyakan ke anggota. Yang jelas, kalau ada masyarakat minta pertolongan dan masih bisa kami jangkau, pasti kami bantu,” jelasnya.
Namun ketika ditanya ke mana air limbah itu dibuang, dr. Hery tampak ragu.
“Kalau dibuang ke mana, saya belum tahu. Nanti saya tanyakan lagi ke anggota, karena yang penting bagi kami waktu itu adalah anggota dan kendaraan bisa bekerja dengan aman,” katanya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa unit tangki Damkar Tubaba berjumlah empat dan tidak diharuskan mengisi air bersih. “Air tangki tidak wajib air bersih, karena saat pemadaman biasanya kondisi darurat, jadi kami menyedot air terdekat dari lokasi kejadian,” terangnya.
Menariknya, dari penjelasan tersebut tersirat bahwa tangki damkar juga bisa digunakan untuk menyedot air limbah, baik dari lapak karet maupun limbah peternakan.
Menanggapi hal itu, dr. Hery hanya berkata singkat, “Terima kasih masukannya. Prinsip pelayanan kami, siapa pun masyarakat Tubaba yang butuh pertolongan bisa menghubungi nomor layanan kami yang terpampang di pinggir jalan. Asal bukan laporan palsu, kami pasti datang sesuai kemampuan kami.”
Pernyataan itu justru semakin membuat publik mengernyit dan geleng kepala. Di satu sisi, Damkar beralasan menjalankan fungsi “penyelamatan masyarakat”, tapi di sisi lain penyedotan limbah MBG yang diduga mencemari lingkungan dilakukan tanpa kejelasan arah pembuangan dan tanpa koordinasi jelas dengan dinas lingkungan hidup.
Warga pun mulai geram. “Limbah kok disedot pakai mobil damkar, ini bukan kebakaran, ini pencemaran!” ujar seorang warga Panaragan Jaya yang enggan disebut namanya.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas Pemkab Tulang Bawang Barat, bukan sekadar klarifikasi. Sebab bagi warga seperti Ali Kusna, pedagang bakso yang kini berhenti berdagang karena air sumurnya tercemar, air bersih bukan kemewahan — tapi hak hidup.
(Nurul)
