Bandar Lampung, lensahukumnews.com -Seperti diketahui Sejak putusan pengadilan negri Kalianda Lampung Selatan atas kasus pokok perkara Pencabulan yang dilakukan kades rawa Selapan sangat menyayat hati kalangan mahasiswa yang turut mengawal sidang kasus tersebut.
Hal ini di katakan oleh dua tokoh BEM NUSANTARA koordinator LAMPUNG yakni Faathir Al insaani dan Rahmad Mahfuddin yang mengakui mengawal perjalan sidang dari awal hingga akhir bahkan menyelusuri keterangan di tengah masyarakat pada Minggu 26 Juni 2022 di Rumah Nusantara.
Rahmad Mahfuddin Menegaskan jika BEM NUSANTARA KORWIL LAMPUNG mengetahui kasus ini awalnya dari beberapa media online dan televisi yang kemudian dengan dalih kemanusiaan mengikuti perkembangan dengan mencari tahu terkait persoalan yang sebenarnya.
Rahmad dan team saat itu sangat terkejut dengan data dan fakta di tengah masyarakat yang berbanding terbalik ratusan derajat Karna berdasar kan data dan fakta yang di temukan kasus ini syarat kepentingan politik dan jelas kuat unsur fitnah, ujaran kebencian dan Hoax
Hal pertama yang menjadi keganjilan adalah adanya pemberitaan di media mengatakan Jika kades ini Haus sex ternyata bapak kades ini adalah seorang ayah dari dua orang putri yang tinggal dengan Ibunya yang sudah tua.
Berdasarkan keterangan masyarakat jika Bapak kades ini tidak miliki Prilaku negatif seperti yang diberitakan atau haus sex sepengetahuan warga Pak Kades ini Tidak pernah berboncengan dengan perempuan manapun selain istrinya.
Kedua adanya pemberitaan di puluhan di media mengatakan terjadi pencabulan terjadi di mobil ambulance ternyata dalam keterangan persidangan tidak pernah ada keterangan baik saksi mau pun korban yang menceritakan kejadian pencabulan .
Ketiga sarat unsur politiknya sangat kuat sebab saat pertama kali kasus ini dilaporkan di polres Lampung Selatan jelas tidak memenuhi unsur, sehingga menjadi pertanyaan besar kami laporan awal korban itu deliknya apa ..?!
laporan itu sendiri kuat dugaan ada desakan pihak yang memiliki kepentingan terlihat jelas Karna laporan awal korban itu di dampingi oleh anggota DPRD Lampung Selatan, dan tokoh tokoh masyarakat desa Rawa Selapan lalu muncul rekaman yang mengaku kelompok 7 dengan nada bahasa ” nanti di setting ulang”.
begitupun pertemuan pertemuan hanya orang orang itu saja di perkuat dalam pengawalan sidang hanya di kawal orang orang itu saja.
Ke empat, Parahnya lagi ada satu Statman yang yang berseliweran mengatakan jika kami ini kelompok mahasiswa preman, Mahasiswa bayaran dan Mahasiswa yang digerakkan kerabat Tersangka yang merupakan dosen di salah satu Universitas terkemuka. Hal ini sedang kami selusuri dengan mengumpulkan alat bukti jika benar maka tidak menutup kemungkinan kami akan mengambil langkah hukum” Kata Rahmad kepada Awak Media.
Hal senada di perkuat Oleh Faathir Al Insani menegaskan Bahwa dirinya sangat kecewa dan mengecam terkait Statman miring yang ditujukan kepada mahasiswa yang ikut mengawal kasus kades rawa Selapan ” Kami siap Jika di undang untuk memaparkan data dan fakta kasus bapak kades rawa Selapan ini, mulai dari bedah Berita Acara Pemeriksaan, Fakta sidang dan lainnya ” Tegas Faathir .
Seperti contoh 3 pasal yang di dakwakan kepada tersangka itu saja sudah cukup jelas di lemahkan oleh korban sebab, korban sendiri yang mengaku di persidangan di cabuli sebanyak 20 kali sejak Juni 2020 hingga Februari 2021 dan korban tidak mampu menjelaskan dimana saja dirinya di cabuli dengan jawaban ” Saya Lupa” .
Dari sini saja sudah ada ke aneh an masa iya lupa lokasi dimana saja korban di cabuli secara logika apakah ia seseorang yang mengalami pencabulan yang tentu membekas di fikiran lupa lokasi dimana saja pencabulan.
Lalu, dengan pengakuan korban di cabuli sebanyak 20 kali mengapa kasus pencabulan hanya terfokus pada pencabulan terjadi pada tanggal 7 Februari dan 10 Februari 2022.
Kemudian lebih lanjut Fathir memaparkan terkait 3 pasal yang di dakwaan kan mengapa menitik fokus pada satu pasal yakni 294 ayat 2 dengan penjelasan pasal alternatif sedangkan dalam dakwaan jelas ada 3 pasal yakni pasal 285, pasal 289.
Begitu juga dengan alat bukti pun sangat aneh sebab dua alat bukti yang di ajukan sangat tidak relevan sebab tidak di barengi keterangan dan berkekuatan hukum seperti menjadikan pakaian sebagai alat bukti tapi mengapa tidak di jelaskan alasan pakaian menjadi alat bukti seperti apakah di pakaian ada bercak darah, sperma, rambut kelamin, sidik jari atau sobekan.
Begitu juga dengan surat pengunduran diri dalam pengakuan korban surat pengunduran diri yang di ajukan telah di robek oleh bapak kades tapi kok masih ada yang di lampirkan dalam BAP kepolisian utuh bahkan jelas tidak berkekuatan hukum Karna tidak bermaterai atau pun berstampel atau setidaknya keterangan formil.
Satu hal yang ingin saya sampaikan disini adalah saya meyakini bahwa kasus ini saya menduga ada sebuah rekayasa, politik dengan memanfaatkan seseorang.
Sehingga ketika kami menilai dalam kasus ini tidak selamanya lelaki itu bersalah sebab jika dalam kasus pencabulan selalu menyalah kan lelaki apakah kita semua telah lupa dengan kisah Nabi Yusuf alaihis salam ”
Saya meminta ke semua pihak mari kita gunakan logika hukum dan hormatilah proses hukum hentikanlah kebohongan terlebih mengarah kepada penyebaran ujaran kebencian dan berita Hoax yang menyesatkan Masyarakat ” Tutup Faathir.
(Team)