Lampung Utara||Lensahukumnews.com
Bram Fikma, S.H.,M.H. Selaku Akademisi Hukum Pidana FHS UMKO Sekaligus Praktisi Hukum mengatakan, sangat berbahaya apabila terdapat gabungan orang yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat, apalagi ada sindikat didalam melakukan tindak pidana pemalsuan surat tersebut bisa dikenakan pidana bagi yang membuatnya, bukan hanya yang yang membuat tetapi yang menggunakan dokumen palsu tersebut bisa dijerat pidana dan siapa saja yang terlibat dalam pemalsuan tersebut bisa dikenakan tindak pidana pemalsuan surat.
Pemalsuan surat dalam ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia di atur dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Pasal 263 KUHP menyebutkan sebagai berikut :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:
Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Dengan demikian, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Dari Pasal 263 KUHP tersebut, akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pemalsuaan adalah timbulnya sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti.
“Dalam konteks ini, salah satu dari empat akibat yang dilarang ini harus muncul, jika salah satu tidak timbul, maka tidak dapat digolongkan sebagai delik. Demikian juga dengan Pasal 266, akibat yan dilarang adalah timubulnya kerugian. Jika kerugian tidak timbul, maka dapa ditafsirkan delik ini tidak sempurna”.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(Arf)