Lampung Utara || Lensahukumnews.com sering terjadi dalam penegakkan hukum permintaan penangguhan tahanan yang diminta oleh Tersangka, Terdakwa, Keluarga kepada Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan. Penangguhan penahanan tersebut terkadang membuat masyarakat bertanya kepada penegak hukum bagaimana cara dan jaminan sehingga penegak hukum bisa memberikan penangguhan penahanan tersebut.
Bram Fikma, S.H.,M.H. Selaku Akademisi Hukum Pidana FHS UMKO mengatakan, penangguhan penahanan oleh pihak kepolisian boleh saja asalkan sudah memenuhi syarat-syarat yang ada didalam aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta permohonan dari tersangka, terdakwa ataupun dari Penasihat Hukum Tersangka, serta harus membuat jaminan dari pihak keluarga yang menjaminkan dirinya dan menyatakan tersangka tersebut akan bekerjasama dengan baik kepada pihak penyidik/kepolisian ketika diminta keterangan maupun dipanggil dalam pemeriksaan.
Terkait dengan penangguhan penahanan, dapat kita lihat ketentuan yang mengaturnya dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yang berbunyi atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan serta ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
Mengenai syarat penangguhan penahanan ini selanjutnya dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yaitu, tersangka/terdakwa: wajib lapor, tidak keluar rumah, tidak keluar kota. Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan penahanan. Contohnya adalah dengan membebankan kepada tahanan untuk “melapor” setiap hari, satu kali dalam setiap tiga hari atau satu kali seminggu, dan sebagainya. Atau pembebanan syarat bisa berupa tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Dengan demikian pihak Penyidik kepolisan di tingkat awal harus memperhatikan hal-hal diatas, dan menerapkannya sesuai dengan aturan dan dasar hukum yang ada, sehingga tidak ada gejolak dimasyarakat dikemudian hari.
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.(Arf)