Lensa Hukum News | Pelatihan Instruktur Perguruan Tinggi Muhammadiyah/’Aisyiyah V resmi ditutup pada Ahad, 10 November 2019. Kegiatan yang berlokasi di Pusbang Muhammadiyah, Kaliurang, Yogyakarta ini berlangsung selama empat hari, yaitu Kamis-Ahad, 7-10 November 2019.
Kegiatan ini terlaksana berkat kerja sama antara MPK PP Muhammadiyah dengan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. M. Irfan Islami, instruktur kegiatan ini melaporkan, terdapat 34 peserta dari 22 PTM/A yang mengikuti kegiatan hingga selesai. Para peserta mendapatkan materi seputar perkaderan AIK di PTM/A dengan maksud para instruktur dapat menjadi instruktur Darul Arqam dan Baitul Arqam pada semua level setelah mereka kembali ke PTM/A-nya masing-masing.
Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, Drs Agus Sumiyanto, MPd., menyatakan bahwa perkembangan PTM/A di Indonesia berlangsung sangat cepat. Namun sayang, hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah kader yang memadai. Keberadaan kader dibutuhkan untuk menjaga agar tidak terjadi distorsi di dalam tubuh AUM.
“Profesionalisme PTM/A harus seiring sejalan dengan perkaderan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memantapkan ideologi Muhammadiyah di PTM/A dengan cara melakukan perkaderan secara terstruktur pada semua tingkatan. Semangat ideologisasi ini yang harus ditingkatkan,” tegasnya
Senada dengan hal tersebut, M. Sayuti, PhD., Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyampaikan bahwa PTM adalah pilar penting persyarikatan.
Oleh karena itu, kader yang ada di PTM memiliki andil yang besar untuk menjadikan PTM sebagai kampus yang unggul sekaligus sekaligus sebagai alat penting untuk dakwah dan kaderisasi.
“Kemuhammadiyahan dan kemajuan PTM/A harusnya kompatibel. Profesionalisme Perguruan Tinggi dan kaderisasi di dalamnya harus sama-sama baik. PTM maju dan nilai-nilai tumbuh subur karena spirit bermuhammadiyah yang tinggi. Dan kita bertanggung jawab untuk mengelola hal tersebut sebaik-baiknya,” ujarnya.
Menurutnya, program perkaderan harus kompatibel dengan kebutuhan kampus. Kader persyarikatan tidak boleh menjadi beban kampus. Artinya, aktivis persyarikatan harus produktif di PTM nya masing-masing.
“Pengelola AIK harus maju. Jika kampus butuh doktor, misalnya, pengelola AIK harus bisa membantu kampus. Saya sebut ini sebagai struggle from within. Berjuang dari dalam,” ungkapnya.
Aktivis persyarikatan di kampus hendaklah menjadi part of the solution, not part of the problem, dan memiliki konfidensi sebagai anggota muhammadiyah. Mereka juga harus menjauhi pesimis. “Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya. Oleh karena itu jauhi keluhan. Tetap optimis. Berpikir yang positif. Karena semua bisa dilakukan asalkan kita yakin kita bisa,” katanya.
Menurutnya, pemimpin adalah pengelola perubahan. Sedangkan kader adalah aktivis persyarikatan yang berprestasi. Di bidang apapun, di level apapun.
“PI ini akan berhasil jika alumninya terus belajar. Ada adagium, hanya guru yang terus belajar yang boleh terus mengajar. Maka saya pun menegaskan, hanya dosen yang terus belajar yang boleh terus mengajar,” ujarnya
Ia menutup sambutan dengan menitipkan salam untuk rektor dengan menyelipkan pesan agar rektor menyemarakkan program Baitul Arqam pada seluruh tingkatan di masing-masing PTM segera sebelum muktamar pertengahan tahun mendatang.
“Jika ada PTM yang tidak bisa kirim peserta guna mengikuti PI karena masalah uang, silahkan kirim surat ke Majelis Dikti memohon keringanan biaya. Insya Allah Majelis Dikti akan bantu bebaskan biayanya,” tandasnya.(*)